Amil dan Pengembangan Zakat
“
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.”
(At-Taubah
[9]: 103)
Amil berasal
dari kata bahasa arab ‘amila-ya’malu yang berarti bekerja. Sedangkan menurut
istilah amil adalah panitia atau orang-orang yang bekerja yang telah diberikan
mandat atau kepercayaan dalam menerima serta menyalurkan zakat kepada
orang-orang yang berhak menerima zakat. Amil juga salah satu dari delapan
golongan (ashnaf) yang berhak menerima dan mengambil zakat. Walaupun para amil
tidak mau menerima atau mengambilnya, hal itu tidak akan mengurangi statusnya
sebagai salah satu penerima zakat.
Amil zakat merupakan
pekerjaan yang sangat mulia dan terhormat, seprofesi dengan Umar bin Khattab ra
yang menjadi amil di zaman Rasulullah SAW. ketika Umar menjadi khalifah, beliau
mengangkat Ibnu Sa’dy Al-Maliki sebagai Amil dan pada saat itu perkembangan
zakat sangat meningkat.
Dalam
mengembangkan zakat di Indonesia terutama di Aceh, menurut penulis ada beberapa
hal yang bisa dilakukan oleh amil zakat, diantaranya yaitu:
1. Mensosialisasikan Pentingnya
membayar zakat
Kegiatan Sosialisasi
mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengembangan zakat. Fungsi
sosialisasi dirasa sebagai bentuk penyadaran tentang wajibnya membayar zakat.
Kegiatan sosialisasi dapat dilakukan melalui dakwah, seminar, workshop, tulisan,
media masa, internet dan sebagainya. Dengan kegiatan tersebut para masyarakat
akan terdorong untuk membayar zakat sehingga akan lahirnya sebuah pembiasaan
atau kultur yang melekat pada diri mereka sendiri.
2. Pelatihan Para Amil
Profesi amil
zakat mungkin saat ini belum menjadi sebuah profesi yang digandrungi atau
diminati oleh para pemuda. Dalam kondisi kekinian, lembaga amil zakat
membutuhkan banyak sumber daya manusia yang berkualitas agar pengelolaan zakat
dapat terlaksana secara professional, amanah, akuntabel dan transparan.
Oleh karena
itu, dibutuhkanya sebuah pelatihan untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas
bagi para amil dalam menjalankan tugasnya dengan baik sehingga secara
keseluruhan dapat berjalan dengan lancar.
3. Meningkatkan daya teknologi
Teknologi
merupakan sarana yang sedang mengglobalisasi saat ini yang memiliki tugas
penting dalam kemajuan perkembangan dunia. Teknologi yang memadai akan
memudahkan para muzaki untuk membayar zakat dan juga akan memudahkan para amil
dalam menghimpun dana. Sebab teknologi dapat menjangkau perluasan yang bisa
dilakukan melewati Bank, via atm, mobile banking dan sebagainya. Selain itu,
teknologi dapat menyebarluaskan informasi tentang berbagai hal mengenai zakat
melalui media-media yang tersedia. Dalam hal ini, peningkatan daya teknologi
harus digalakkan untuk mempermudah kinerja pengembangan zakat dan lembaga amil
yang ada di Indonesia khususnya di Aceh.
4. Program kerja yang tepat sasaran
Adanya program
kerja yang tepat sasaran maka para amil zakat dapat menjangkau penyaluran zakat
kepada orang-orang yang berhak menerima zakat. Dengan demikian, fokus kerja
akan terarah dan bersifat produktif yang kemudian dapat menuntaskan
permasalahan kemiskinan.
5. Transparansi
Transparansi
adalah faktor yang terpenting dalam menjaga amanah para muzaki. Sebab dengan
transparansi yang jelas, para muzaki dapat mengetahui berapa banyak zakat yang
disalurkan. Ketika penyalurannya tepat sasaran dan sesuai serta bebas dari
praktek korupsi, kepercayaan para muzaki akan bertambah sehingga mereka tidak
segan-segan untuk membayar zakat secara lebih.
Dengan langkah-langkah diatas yang telah diuraikan oleh penulis,
insya Allah pengembangan zakat akan berkembang di dalam dimensi kehidupan umat
islam. Ini juga tergantung bagaimana usaha para amil dalam menyukseskan
pengembangan zakat.
Komentar
Posting Komentar